Saturday, October 1, 2011

mengetahui mood terbaik Lewat Twitter



Twitter
TEMPO Interaktif, Jakarta - Ilmuwan cabang ilmu sosiologi dari Cornell University, New York, baru-baru ini mempublikasikan hasil penelitian yang menarik karena melibatkan partisipan dalam skala besar di 84 negara dan berhubungan dengan Twitter.

Mereka menemukan bahwa di negara mana pun seseorang tinggal, mood terbaik manusia adalah di pagi hari dan menjelang tengah malam.

Dikutip dari New York Times, Jumat, 20 September 2011, kesimpulan ini diambil setelah Scott A. Golder dan Michael W Macy, penggagas studi ini, meneliti 2,4 juta pengguna Twitter dan menganalisis 400 tweet dari masing-masing responden selama periode Februari 2008 hingga Januari 2010.

Laporan yang dipublikasikan dalam jurnal keilmuan ini merupakan studi lintas kultural berskala besar pertama yang mempelajari dinamika mood dari rata-rata orang dengan menggunakan analisis teks.

Dari data yang dikumpulkan mereka menemukan bahwa mood terbaik orang-orang di seluruh dunia adalah saat pagi hari dan menjelang tengah malam. Semakin siang rasa optimistis yang dibangun seseorang akan mulai luntur dan baru akan pulih kembali setelah pukul 6 sore, saat beban pekerjaan mulai berkurang.

Sementara saat akhir pekan mood terbaik mereka bergeser menjadi agak siang, kemungkinan karena orang-orang bangun lebih siang dari biasanya. Dari penemuan ini mereka mencatat bahwa pola tidur manusia dan ritme circadian (siklus biologis, fisiologis, dan perilaku pada makhluk hidup) memainkan peranan penting dalam perubahan mood manusia.

Ilmuwan lain menganggap studi ini sangat menarik karena memperluas pengetahuan mengenai fluktuasi mood manusia. "Saat ini terdapat arus yang deras dari media digital. Bagi ilmu sosial, ini merupakan lensa baru untuk meneropong perilaku manusia," ujar Peter Sheridan Dodds, ilmuwan dari Universitas Vermont.

Namun Dan Gilbert, ahli psikologi dari Harvard, mengatakan tweet yang diposkan oleh pengguna belum tentu merupakan cerminan dari kondisi dirinya. "Karena tweet mungkin lebih banyak memberi tahu pada kita mengenai apa yang pengirim pikir tentang apa yang ingin didengar oleh follower-nya, bukan mengenai perasaaan si pengirim tweet itu sendiri," ujarnya.

No comments:

Post a Comment